CHLOEPEDIA-- Label,penelusuran,tag,hasil,result,hasil
penelusuran.hasil result : HERPETOLOGI (part 4)
.........................................................
HERPETOLOGI
............................................................
Label,penelusuran,tag,hasil,result,hasil penelusuran.hasil
result :
H,Herpetofauna,herpetology,biodiversity ,tugumuda reptiles
community,kse,komunitas satwa eksotik,sahabat si komo,chloe ardella raisya
putri kamarsyah,prianka putri,aldhika budi pradana
Herpetofauna,herpetology,biodiversity,keanekaragaman
hayati,flora,fauna,konservasi,habitat,komunitas,reptil,satwa.t-rec,tugumuda
reptiles community,kse,komunitas satwa eksotik,sahabat si komo,on line,chloe
ardella raisya putri kamarsyah,priankaputri,aldhika budi pradana
................................................................
Hanya
berusaha merangkum segala sesuatu yang berhubungan dengan herpetologi dari
sumber sumber yang ada di pencarian google search , semoga dapat membantu dan
bermanfaat
Just trying to summarize
everything connected with herpetologi-hepetology from existing sources in the google search
engine, may be helpful and useful
.................................................................
BERMANFAAT UNTUK ANDA
?????....BANTU KAMI DENGAN BER DONASI UNTUK KELANGSUNGAN CHLOEPEDIA ATAU MENJADI VOLUNTEER UNTUK
KAMI...(+62)85866178866 ( whatsapp only
)
Link chloepedia :
Herpetofauna 1
herpetofauna 2
herpetologi 1
herpetologi 2
herpetologi 3
herpetologi 4
herpetologi 5
herpetologi 6
amelanistic-amelanistik-amel-amelanism-1
amelanistic-amelanistik-amel-amelanism-2
.................................................................
Seminar Nasional Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI) 2011
·
4 JAN, 2011
·
608 KALI
Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI) adalah perhimpunan para ahli,
peneliti, dan pemerhati herpetofauna (amphibi dan reptil) Indonesia. PHI
memiliki dedikasi dan komitmen dalam melakukan upaya-upaya konservasi
herpetofauna Indonesia dengan melakukan berbagai kegiatan diantaranya
penelitian, pendidikan & pelatihan, serta pemanfaatan yang berkelanjutan.
Seminar Nasional PHI yang diadakan setiap tahun memiliki peran penting
dalam meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota dan pengurus,
peningkatan pengetahuaan melalui kegiatan seminar, dan merumuskan program kerja
konservasi di tahun selanjutnya, terutama menjawab tantangan menurunnya
populasi global amphibi dan reptil.
Seminar Nasional PHI 2011 yang tahun ini bertuan rumah di Universitas
Indonesia akan berlangsung pada tanggal 7-9 Januari 2011. Kegiatan akan
dilaksanakan di Auditorium FMIPA UI (Gedung B 101) dengan agenda seminar dan
workshop fotografi. Berikut adalah rangkaian kegiatan acara Seminar Nasional
PHI 2011:
§ Jumat, 7 Januari 2011 pukul 08.00 WIB berlangsung seminar “Potensi Kekayaan
Jenis Herpetofauna Indonesia”. Pembicara : Dr. Jatna Supriatna Ph.D
§ Sabtu, 8 Januari 2011 pukul 08.00 WIB berlangsung seminar “Arah Penelitian
dan Peluang Pendanaan”. Pembicara: Dr. Mirza D. Kusrini
§ Minggu, 9 Januari 2011 pukul 08.30 WIB berlangsung “Workshop Fotografi
Wildlife Indonesia”. Pembicara : Riza Marlon
Harga Tiket Masuk
Seminar
Rp. 50.000,- (mahasiswa S1) Rp. 75.000 (S2, S3, Umum)
............................
Kodok dan Katak: Amfibi Yang Terancam
Kodok dan Katak serta hewan amfibi lain selalu berada di bawah
ancaman kerusakan habitat, penggunaan pestisida besar-besaran, perubahan iklim
dan sejenis jamur yang merusak kulit mereka.
..........................
Lihat Orang, Ular Penangkaran
Gugup dan Terkencing-kencing
Laporan Achmad Chudori dari Surabaya
21/07/14, 04:00 WIB
HARI itu, Selasa (8/7), area Student
Center (SC) FST Unair terasa ramai oleh mahasiswa. Maklum, saat itu berlangsung
ujian akhir semester (UAS) sehingga banyak mahasiswa yang memantengi buku
serta laptopnya.
Namun, suasana seketika jadi riuh saat sepuluh
mahasiswa datang dengan membawa reptil. Sebagian besar yang dibawa adalah ular.
Kerumunan yang semula fokus dengan buku dan laptop mendadak ramai. Ada yang
ingin memegang ular. Sebagian lagi menjerit-jerit lantaran gilo (geli).
Ya,
sepuluh mahasiswa itu adalah anggota Komunitas Herpetologi. Sembari
mengeluarkan satu per satu reptil dari kandangnya, mereka membuka obrolan.
’’Jadi, awalnya komunitas ini berdiri pada 2009 dan sampai sekarang anggotanya itu
51 orang,” ujar Ketua Komunitas Herpetologi Nugroho Yudistyo.
Komunitas
tersebut dibentuk seorang alumni dan dosen yang sama-sama mencintai reptil. Tak
sekadar mencintai, alumni tersebut mencoba untuk memperdalam ilmu biologi yang
dipelajarinya melalui reptil dan amfibi yang dimilikinya. Itulah embrio
komunitas tersebut.
Lucunya,
semula tidak semua anggota itu berani pada reptil. Khususnya saat berhadapan
dengan ular. Nugroho pun mengakui itu. Dia sejatinya takut. ”Begitu ular
mendekat saja, saya sudah langsung jingkrak-jingkrak,” ucapnya. Tapi, berkat
rasa keingintahuan yang tinggi, dia akhirnya berani dan suka ular setelah dua
minggu masa pengenalan.
Komunitas
tersebut memang hadir untuk mempelajari reptil dan amfibi, lantas
mengenalkannya ke masyarakat luas. Misalnya, soal ular. ’’Mulai sifat,
karakteristik fisik, hingga kebiasaannya,’’ kata Nugroho sembari mengelus Si
Temon, ular sanca kembang miliknya. Contohnya, ular hasil penangkaran cenderung
lebih tenang dan tidak agresif, sedangkan ular hasil tangkapan di alam liar
sering bergerak dan agresif. Si Temon, misalnya. Mahasiswa 20 tahun tersebut
memang menemukan hewan peliharaannya itu di alam. Makanya, dia kerap kerepotan
mengendalikan Temon yang terus menggeliat dan berjalan-jalan ke sudut Student Center
FST Unair.
Nugroho pun mengimbau pencinta reptil pemula untuk
mengadopsi binatang hasil penangkaran. ’’Soalnya kan lebih
aman. Takutnya kalau hasil tangkapan di alam liar, pemilik kaget dengan
kebiasaan hewannya. Takutnya malah terjadi apa-apa,” ucapnya.
Anandhika
Muhammad, salah seorang anggota Komunitas Herpetologi, tidak ketinggalan
menjelaskan hasil temuannya. Dia memaparkan jenis ular dari bentuk fisiknya.
Khususnya bagian kepala.
Dia mengungkapkan, sebenarnya mengetahui jenis ular
itu berbisa cenderung mudah. Yakni, ular berbisa memiliki bentuk kepala yang
bersudut. ’’Kalau yang sisi pinggir-pinggir kepalanya cenderung tumpul dan
tidak bersudut, itu berarti nggak berbisa,” ujarnya.
Mahasiswa
Jurusan Tekno Biomedik FST Unair tersebut mengimbau masyarakat agar tidak panik
jika suatu saat digigit ular berbisa. Sebab, dengan panik, detak jantung akan
semakin kencang. Darah pun makin cepat terpompa. Akibatnya, bisa yang sudah
bercampur darah cepat menyebar ke seluruh tubuh. ’’Sebaiknya tetap tenang dan
segera pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan serum,’’ ujar Anan, sapaannya.
Di
sela-sela wawancara, tiba-tiba ular piton Molurus milik Nureka Mantono buang
air di pelukan pemiliknya. Sontak hal tersebut membuat anggota lain tertawa
terpingkal.
’’Lha ini juga salah satu sifat hasil
penangkaran. Dia sering gugup ketika melihat banyak orang asing. Makanya, dia
sampai buang air,” timpal Nugroho yang tetap sibuk mengendalikan Temon, ular
sepanjang 2 meter itu.
Nugroho
bersama rekan-rekannya saat ini juga sudah mulai mempelajari hewan amfibi.
Khususnya biawak. Lokasi yang dituju adalah sekitar lahan konservasi Mangrove
Wonorejo. Di situ memang pernah banyak biawak. Bahkan, ada orang yang menemukan
biawak sepanjang 2 meter. ’’Kami mulai penelitian ini sejak 2011,” ujar
mahasiswa jurusan S-1 Biologi FST Unair tersebut.
Namun, kini biawak di lokasi tersebut sudah jarang
ditemui. Jika ditemukan pun, ukurannya kecil. Sebab, banyak biawak yang diburu
untuk dimakan. Daging biawak (nyambik) dipercaya meningkatkan vitalitas
pria.
Soal
vitalitas itu juga diteliti Komunitas Herpetologi. Menurut Anan, daging biawak
sebenarnya tidak bisa meningkatkan vitalitas. Sebab, daging tersebut hanya
mengandung protein. Sama dengan daging ayam dan sapi.
Yang dibutuhkan untuk menambah vitalitas adalah zat
atau kandungan steroid. Itu bisa ditemukan di kelenjar kelamin bulu babi.
Kandungan atau zat tersebut terbukti bisa meningkatkan kinerja hormon
testosteron. ’’Kalau testosteron udah meningkat, laki-laki
bisa langsung greng,” ujar Anan yang diiringi tawa anggota
komunitas lain.
Nugroho
dan teman-temannya saat ini sibuk mengumpulkan data hasil observasinya
tersebut. Mereka berencana mengumpulkannya menjadi satu jurnal. Jurnal itu akan
disosialisasikan kepada warga di kawasan Wonorejo.
Laki-laki
20 tahun tersebut berharap sosialisasi itu mengubah pola pikir warga setempat.
Dengan begitu, daerah Wonorejo bisa menjadi kawasan konservasi biawak
sepenuhnya.
Sembari
memproses jurnal, Komunitas Herpetologi tetap rutin membagikan ilmu pengetahuan
tentang reptil ke masyarakat luas. Sosialisasi itu dilakukan sebulan sekali.
Lokasi yang dituju adalah pusat keramaian. Misalnya,
area car free day (CFD) di Jalan Raya Darmo serta Kebun
Binatang Surabaya (KBS). Selain itu, komunitas tersebut kerap menyisipkan
materi pengetahuan tentang reptil di setiap pameran yang mereka ikuti.
’’Harapannya, makin banyak yang mengetahui reptil dan tidak sembarangan dalam
memperlakukannya. Dengan begitu, reptil-reptil itu mendapat kesempatan hidup
yang lebih lama,” jelas Nugroho. (*/dos/c7)
.................................
Struktur
Keilmuan Biologi
1)
Anatomi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari bentuk dan susunan
organ-organ tubuh suatu organisme.
2) Anatesi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari semua segi yang berhubungan dengan operasi atau pembedahan.
3) Bakteriologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari bakteri dan seluk beluknya.
4) Botani adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang tumbuhan dan seluk beluknya.
5) Bryologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang lumut dan seluk beluknya.
6) Dendrologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pohon dan tanaman berkayu.
7) Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (interaksi factor abiotik dengan factor biotic).
8) Embriologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari perkembangan embrio, mulai dari zigot sampai menjadi dewasa.
9) Emtomologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang insekta.
10) Entomologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari semua segi kehidupan serangga.
11) Evolusi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari proses perubahan struktur tubuh pada makhluk hidup secara perlahan – lahan dalam waktu yang cukup lama, sehingga terbentuk spesies baru.
12) Fikologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang alga dan seluk beluknya.
13) Fisiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari fungsi alat-alat tubuh organisme.
14) Genetika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari pola pewarisan atau cara-cara penurunan sifat menurun pada makhluk hidup.
15) Herpetologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang hewan reptil dan amphibi.
16) Higiene adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang kesehatan.
17) Histologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari jaringan.
18) Iktiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang ikan.
19) Nematologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang nematoda dan seluk beluknya.
20) Malakologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang hewan molusca dan seluk beluknya.
21) Mamologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari hewan menyusui dan seluk beluknya.
22) Mikrobiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme yang berukuran mikroskopis (mikroorganisme)
23) Mikologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari jamur dan seluk beluknya.
24) Morfologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari bentuk dan struktur luar suatu organisme.
25) Ornitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang burung dan unggas
26) Paleobotani adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang tumbuhan di masa lampau.
27) Paleontologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari kehidupan hewan atau tumbuhan pada masa zaman lampau yang telah menjadi fosil.
28) Patologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari penyakit dan pengaruhnya terhadap organisme.
29) Parasitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme – organisme yang dapat menimbulkan penyakit.
30) Phylogeni adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari perkembangan makhluk hidup dari bentuk tidak sempurna samapai sempurna.
31) Protozoologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang protozoa dan seluk beluknya.
32) Pteridologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pakis dan seluk beluknya.
33) Sitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang struktur dan fungsi sel tubuh makhluk hidup.
34) Taksonomi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari pengelompokan makhluk hidup.
35) Terratologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari kelainan atau cacat embrio dalam masa kandungan.
36) Virologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang virus dan seluk beluknya.
37) Zoologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang hewan dan seluk beluknya.
.....................................
Kelompok Studi Mahasiswa
Biologi Unair Teliti Buaya Kali Porong
Selasa, 02 Juni 2015 13:42:30 WIB
Reporter : M. Ismail
Reporter : M. Ismail
Sidoarjo (beritajatim.com)
- Kelompok
Studi Herpetologi Himbio Unair Surabaya melakukan penelitian fenomena munculnya
buaya di Kali Porong tepatnya Dusun Awar Awar Desa Tambakrejo Kecamatan
Krembung, Selasa (2/6/2015).
Dilokasi, sebanyak 8 mahasiswa dari jurusan biologi itu melakukan sample air Kali Porong disisi bantaran kali sebelah timur lokasi munculnya buaya.
Dalam penelitian itu, rombongan para mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu melakukan menyisiri sisi barat kali dan satu kelompok lainnya bagian sisi timur.
Kedatangan para mahasiswa ini juga disambut munculnya buaya warna keputih-putihan. Hanya saja, buaya itu muncul ke permukaan air terlihat moncong mulutnya saja.
Buaya itu berdiam sampai lebih dari satu jam. Buaya sesekali menyelam ke air, kemudian muncul lagi. Hal ini juga membuat para pengunjung yang penasaran dengan buaya Awar Awar terus mengamati dengan berharap buaya itu muncul sekujur tubuh dan naik ke bantaran kali. "Itu itu buayanya muncul kelihatan moncongnya," teriak pengunjung.
Nureka dari Kelompok Studi Herpetologi Himbio Unair Surabaya menandaskan, dilokasi tadi, kelompoknya mengambil sample air, waktu munculnya buaya, titik kordinat kemunculan, suhu, kelembaban, kelimpahan makanan, kelimpahan buaya muncul dan lainnya.
"Hasil penelitian ini akan kita pelajari bersama untuk mengetahui fenomena dan penyebab buaya muncul di kali," terang mahasiswa semester lV itu. (isa/ted)
Dilokasi, sebanyak 8 mahasiswa dari jurusan biologi itu melakukan sample air Kali Porong disisi bantaran kali sebelah timur lokasi munculnya buaya.
Dalam penelitian itu, rombongan para mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu melakukan menyisiri sisi barat kali dan satu kelompok lainnya bagian sisi timur.
Kedatangan para mahasiswa ini juga disambut munculnya buaya warna keputih-putihan. Hanya saja, buaya itu muncul ke permukaan air terlihat moncong mulutnya saja.
Buaya itu berdiam sampai lebih dari satu jam. Buaya sesekali menyelam ke air, kemudian muncul lagi. Hal ini juga membuat para pengunjung yang penasaran dengan buaya Awar Awar terus mengamati dengan berharap buaya itu muncul sekujur tubuh dan naik ke bantaran kali. "Itu itu buayanya muncul kelihatan moncongnya," teriak pengunjung.
Nureka dari Kelompok Studi Herpetologi Himbio Unair Surabaya menandaskan, dilokasi tadi, kelompoknya mengambil sample air, waktu munculnya buaya, titik kordinat kemunculan, suhu, kelembaban, kelimpahan makanan, kelimpahan buaya muncul dan lainnya.
"Hasil penelitian ini akan kita pelajari bersama untuk mengetahui fenomena dan penyebab buaya muncul di kali," terang mahasiswa semester lV itu. (isa/ted)
................................
Katak Pohon Mulai Dikenal
di Sumatera
03 Maret 2010 16:37:00
Diperbarui: 26 Juni 2015 17:38:14 Dibaca : 1,319 Komentar : 8 Nilai : 0
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/junaedi_siregar/katak-pohon-mulai-dikenal-di-sumatera_54ff8474a33311874a5108d4
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/junaedi_siregar/katak-pohon-mulai-dikenal-di-sumatera_54ff8474a33311874a5108d4
Amfibi mulai dilirik di
Pulau Sumatera. Sebagai satwa yang hidup di dua alam, awalnya amfibi memiliki
reputasi yang cukup buruk di masyarakat awam. Secara umum, amfibi dinilai
terkesampingkan dari dunia penelitian maupun khalayak ramai. Memang jenis-jenis
amfibi di Indonesia hanya terdiri dari dua bangsa (ordo) yang kedua-duanya
dinilai satwa yang menjijikkan terutama dari bangsa Anura (katak dan kodok) dan
bangsa Gymnophiona (katak tidak berkaki). Katak pohon (Rhacophoridae) merupakan
katak yang paling eksotis dari enam suku katak yang ada di Pulau Sumatera.
Secara berurutan suku lainnya yang hidup di pulau besar terbarat di Indonesia
ini yakni Bufonidae, Dicroglossidae, Megophryidae, Microhylidae dan Ranidae.
Keenam suku tersebut mempunyai ciri khas perbedaan signifikan yang memisahkan
suku ini secara taksonomi. Rhacophoridae umumnya hidup arboreal (hidup di
tegakan hutan) menuntut katak ini menjadi satwa yang bermorfometri khas, yakni
berpostur tubuh agak gepeng dan mempunyai bantalan penempel di setiap ujung
jari katak. Pulau Sumatera diketahui memiliki lima marga katak pohon yaitu
Nyctixalus, Philautus, Polypedates, Rhacophorus dan Theloderma.
Jumlahjenis-jenis dari setiap marga masih labil, oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian yang berkelanjutan untuk merampungkan kemungkinan
penambahan jenis-jenis dari katak. Pulau Sumatera merupakan pulau “akomodasi”
eksklusif bagi katak-katak pohon Sumatera. Hutan-hutan lindung Sumatera berupa
Hutan Register, Taman Nasional, Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Taman Hutan
Raya, Suaka Margasatwa dan Taman Buru merupakan luasan hutan tropis sebagai
habitat tersisa di Pulau Sumatera, khususnya amfibi. Berbagai penelitian amfibi
telah dan sudah dilakukan dari berbagai intansi. Katak pohon semakin familiar bagi
para peneliti yang di antaranya adalah mahasiswa Strata I dari berbagai
Universitas di Sumatera maupun di luar Sumatera, maupun peneliti senior amfibi,
LSM maupun dinas terkait dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) masing-masing propinsi sebagai otoritas konservasi. Hal nyata adalah
munculnya beberapa komunitas pecinta katak pohon. Di Universitas Sumatera
Utara, Medan sebagai universitas terbesar di pulau ini, Mahasiswa Pecinta Alam
(Mapala) Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (BIOPALAS) Dept
Biologi FMIPA USU telah melakukan puluhan ekspedisi untuk melakukan
herpetofauna, yakni kegiatan inventarisasi dan monitoring amfibi yang di
antaranya katak pohon. Selain itu, dalam universitas yang sama berjamur juga
kelompok fotografi yang objek utamanya termasuk katak pohon. Fotografer ini
ternyata bukan hanya sekedar mengambil fotogenik atraksi katak pohon, tetapi
sekaligus belajar taksonomi katak pohon. Studi klasifikasi katak sangat
menstimulasi tantangan karena perjumpaan langsung di alam tergolong langka.
“Saya akan lupa waktu jika menjepret Nyctixalus pictus, selain langka, katak
merah bertotol putih di setiap badannya itu adalah katak paling indah di dunia
yang pernah kulihat”, seru Chairunas, salah satu anggota Bengkel Fotografi
Sains Dept Biologi FMIPA USU dalam satu ekspedisi. Dewasa ini, isu konservasi
katak meningkat semenjak dicetuskannya Year of Frog tahun 2008. Penetapan
“Tahun Katak” merupakan bentuk nyata kekhawatiran dunia akan keberadaan amfibi
dari penilaian para herpetolog (ilmuan amfibi dan reptil) dunia mengalami
kemunduran nyata. Pengrusakan habitat dan global warming disebut sebagai faktor
besar kemunduran populasi katak di alam bebas. Katak adalah vertebrata darat
yang paling sensitif dengan perubahan lingkungan. Katak pohon menjadi korban
utama jika hutan terus dibabat para illegal logger. Saat ini, katak pohon sudah
mulai dikenal. Diharapkan katak pohon yang lainnya yang belum teridentifikasi
para ilmuan yang masih hidup liar di hutan tropis Sumatera juga akan dikenal
sebelum terlebih dahulu punah seperti anggapan banyak para ahli.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/junaedi_siregar/katak-pohon-mulai-dikenal-di-sumatera_54ff8474a33311874a5108d4
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/junaedi_siregar/katak-pohon-mulai-dikenal-di-sumatera_54ff8474a33311874a5108d4
.............................................
Workshop : Penelitian,
Pengumpulan dan Teknik Laboratorium dalam Herpetologi
Bogor, 27 Mei 2013. Memperingati bulan biodiversitas, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor bekerja sama dengan University of Texas at Arlington (UTA), LIPI,
Universitas Brawijaya, Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) dan beberapa
perwakilan dari universitas lainnya mengadakan kegiatan workshop yang
mengangkat tema “Penelitian, Koleksi dan Teknik Laboratorium dalam
Herpetologi”. Kegiatan ini dilaksanakan selama lima hari, yaitu hari pertama
dan kedua dilaksanakan workshop (presentasi) mengenai herpetologi di Kampus
IPB. Hari ketiga peserta mengunjungi Museum Zoologicum Bogoriense dan pada hari
keempat dan kelima peserta mengunjungi laboratorium alam di Kebun Raya Cibodas
serta melakukan pengamatan (monitoring) herpetofauna di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango.
Workshop hari pertama dilaksanakan di Ruang Sidang Sylva Fakultas Kehutanan
IPB dimulai dari pukul 08.00 – 17.00 WIB. Kegiatan dibagi atas beberapa sesi
presentasi. Presentasi pertama disampaikan oleh perwakilan dari UTA yaitu Eric
Smith tentang “Diversity Exploration of The Herpetofauna of Java and Sumatra”,
presentasi kedua disampaikan oleh perwakilan IPB yaitu Mirza D. Kusrini
mengenai “Diversity and Ecology The Amphibian of Gunung Gede Pangrango National
Park” dan presentasi ketiga yaitu perwakilan dari UTA yaitu Michael Harvey
tentang “The Systematic of The Lizard of The Familiy Teiidae”, masing-masing
pembicara menyampaikan materi selama 45 menit dan dilanjutkan dengan diskusi
bersama 25 peserta yang hadir.
Setelah makan siang, presentasi dilanjutkan kembali. Sebagai pembicara
pertama pada sesi kedua ini yaitu perwakilan dari UTA Eric Smith mengenai
“Studying The Coral Snake of The World : Systematic Significance and Some
Trivia”, presentasi selanjutnya dilakukan secara panel yaitu perwakilan
mahasiswa IPB yang disampaikan oleh Adininggar Ul-Hasanah, Luthfia Nuraini dan
Arief Tajalli yang mengangkat tema ekologi herpetofauna di berbagai tempat di
Indonesia. Setelah itu, presentasi dilanjutkan oleh Elijah Wostl (UTA) mengenai
“ Herpetofauna of The Mariana Island”. Presentasi selanjutnya disampaikan oleh
Misbahul Munir dari Universitas Negeri Malang mengenai “ The Amphibian of Mount
Ungaran, Centrla Java”. Sebagai penutup, presentasi dibawakan oleh Nia
Kurniawan “Systematic of Phylogenics of Fejervarya cancrivora in Asia” dan Eric
Smith mengenai “Techniques Collection and Preservationof Amphibian and
Reptiles”. Tujuan dari kegiatan ini adalah mempublikasikan hasil penelitian
keanekaragaman herpetofauna di dunia khususnya di Indonesia. Salah satu harapan
dari dilaksanakannya kegiatan ini adalah dapat meningkatkan upaya konservasi
dan pelestarian herpetofauna di seluruh dunia untuk masa yang akan datang
(Fatwa Nirza Susanti & Arya Arismaya Metananda).
.....................................
Pengertian Dan Cabang Ilmu Zoologi
Zoologi adalah
cabang biologi yang mempelajari struktur, fungsi, perilaku, serta evolusi
hewan. Ilmu ini antara lain meliputi anatomi perbandingan, psikologi hewan,
biologi molekular, etologi, ekologi perilaku, biologi evolusioner, taksonomi,
dan paleontologi. Kajian ilmiah zoologi dimulai sejak sekitar abad ke-16.
cabang ilmu zoologi
antara lain:
Nematologi adalah
ilmu tentang biologi nematoda (cacing gilig). Nematoda merupakan sekelompok
avertebrata penting karena beberapa anggotanya menjadi parasit penting dalam
bidang kesehatan/kedokteran dan pertanian.
Berbagai kasus kecacingan disebabkan oleh nematoda dan
nematologi berada pada posisi yang penting untuk mengelola penyakit ini.
Beberapa gangguan produksi ternak dan tanaman juga memerlukan bidang ini akibat
kerugian besar yang diakibatkan oleh beberapa nematoda parasit.
Entomologi adalah
ilmu yang mempelajari serangga. Akan tetapi, arti ini seringkali diperluas
untuk mencakup ilmu yang mempelajari artropoda (hewan beruas-ruas) lainnya,
khususnya laba-laba dan kerabatnya (Arachnida atau Arachnoidea), serta luwing
dan kerabatnya (Millepoda dan Centipoda).
Istilah ini berasal dari dua perkataan Latin - entomon bermakna
serangga dan logos bermakna ilmu pengetahuan.
Malakologi (Inggris: malacology; berasal dari bahasa
Yunani: cypraea yang berarti "siput" dan
logos yang berarti "lambang, pengetahuan") adalah cabang
zoologi yang mempelajari semua aspek kehidupan (biologi) moluska. Malakologi
mempelajari aspek pengetahuan dasar dan terapan, yang terakhir khususnya
mencakup bidang budidaya.
Herpetologi (Bahasa
Yunani: ἑρπετόν herpeton = melata, dan λόγος logos = penjelasan atau alasan) adalah
cabang ilmu zoologi yang mempelajari kehidupan (biologi) reptilia dan amfibia.
Sesungguhnya, objek kajian ilmu ini adalah vertebrata berkaki empat (tetrapoda)
yang ";berdarah dingin" (poikiloterm) karena reptilia dan amfibia
tidak banyak memiliki kemiripan.
Herpetologi makin banyak dipelajari seiring dengan berkembangnya
kecenderungan menjadikan reptil sebagai hewan peliharaan. Selain itu, banyak
anggota dari kedua kelompok besar hewan ini yang menghasilkan bisa/racun yang
dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan bagi penyakit jantung dan
stroke.
Iktiologi (Bahasa
Inggris: ichhyology,
Bahasa Yunani: ichthyon = "ikan" dan logos = "lambang,
pengetahuan") adalah cabang ilmu zoologi yang mempelajari kehidupan
(biologi) ikan. Iktiologi dipelajari di bidang biologi untuk aspek
pengetahuannya dan perikanan untuk aspek terapannya, khususnya dalam bidang
budidaya dan patologinya.
Kurang lebih terdapat 25.000 spesies ikan yang merupakan bagian
mayoritas dari vertebrata. Walaupun sebagian besar spesies telah ditemukan dan
diidentifikasi, para ilmuwan setiap tahunnya tetap saja mengumumkan secara
resmi ditemukannya kurang lebih 250 spesies baru. Penerepan iktiologi sering
dihubungkan dengan biologi kelautan, limnologi, dan oseanografi.
Ornitologi (dari
Bahasa Yunani: ορνισ, ornis, "burung" dan λόγος, logos,
"ilmu") adalah cabang zoologi yang mempelajari burung. Beberapa aspek
ornitologi berbeda dengan yang berhubungan erat dengan kedisiplinan, yang
berkaitan dengan kemampuan penglihatan yang tinggi dan pendekatan burung-burung
dengan estetis. Kebanyakan keputusan diantara itu menjadi tingkat lapangan
pembelajaran yang dikerjakan oleh sukarelawan amatir yang bekerja dalam
parameter metodologi ilmiah.
Mamologi, dalam zoologi, adalah ilmu yang
mempelajari mamalia, kelas hewan vertebrata yang dikarakteristikan dengan
jantung dengan empat bilik, berdarah panas, berbulu, dan memiliki sistem saraf
yang kompleks. Mamologi juga dikenal dengan nama "mastologi",
"theriologi", dan "therologi";.
Mamologi dibagi-bagi lagi menjadi cabang-cabang lain seperti
primatologi, yang mempelajari primata, dan cetologi yang mempelajari cetacea.
Primatologi adalah cabang
zoologi yang mempelajari kehidupan (biologi) primata selain manusia (kera,
monyet, dan kerabatnya). Ilmu ini dianggap penting sekarang ini karena makin
meningkatnya perhatian terhadap kelestarian hewan-hewan yang tergolong primata.
Selain itu, berdasarkan DNA sekuensing diketahui bahwa komposisi genetik
manusia dan sebagian primata tidak jauh berbeda (bahkan hingga lebih dari 99%
pada bonobo). Dengan demikian, secara teoretis kajian terhadap primata dapat
dengan mudah dianalogikan pada manusia. Contohnya adalah kasus virus HIV atau
ebola yang diduga kuat ditularkan dari primata ke manusia. Penelitian di bidang
perilaku hewan juga banyak mengambil objek primata dalam kaitan dengan memahami
proses belajar. Primatologi dipelajari sebagai ilmu khusus pada bidang biologi
atau kehutanan (terutama aspek konservasinya). Kedokteran hewan juga
mempelajari ilmu ini pada tingkat lanjut.
Paleozoologi atau palaeozoology (bahasa Yunani: παλαιον, paleon = tua dan ζωον,
zoon = hewan) adalah adalah cabang dari paleontologi atau paleobiologi, yang
bertujuan untuk menemukan dan mengindentifikasi fosil hewan bersel banyak dari
sistem geologi atau arkeologi, untuk me
...............................
Istimewanya Indonesia di Dunia Reptil
Tak ada tempat lain di dunia, terutama untuk pecinta reptil,
seperti di Indonesia
Indonesia memiliki yang terbaik dan
terbesar dalam dunia reptil. Sebut saja kadal terbesar di dunia dalam wujud
komodo (Varanus komodoensis); ular terpanjang di dunia seperti
reticulated python (Python reticulatus); ular berbisa terpanjang di
dunia, si King Cobra (Ophiophagus hannah); dan penyu terbesar di jagat.
Demikian puji yang disampaikan pakar
herpetologi, Brady Barr, saat berbincang dengan kruNational Geographic
Indonesia, Selasa (11/12), di Jakarta. Apresiasi ini terlontar berkat
pengalamannya ke 70 negara dalam 20 tahun.
"Jika saya bilang istimewa, itu
pengalaman saya yang bicara. Tak ada tempat lain di dunia, terutama untuk
pecinta reptil, seperti di Indonesia," puji Barr. Namun, Barr menyayangkan
ketidaksadaran masyarakat akan hal ini. "Masyarakat tahu komodo, Indonesia
harusnya melihat spesies ini sebagai suatu kebanggaan. Sebagai sosok figur,
lindungi mereka."
Sama seperti spesies unik lainnya,
reptil di Indonesia juga terancam keberadaan manusia. Berbagai alasan
dikemukakan, mulai dari pengobatan tradisional hingga penjualan anggota tubuh.
Dalam jurnal berjudul
"Over-exploitation and illegal trade of reptiles in Indonesia" yang
dirilis tahun 2012, tokek (Gekko gecko), ular karung (Acrochordus
javanicus), dan penyu bulus (Amyda cartilaginea), masih sering
diburu untuk tujuan di atas.
"24 ribu individu tokek per tahun
diizinkan dipanen dari Pulau Jawa. Seribu lagi dari Bali. Total, ada 50 ribu
individu tokek per tahun dari Indonesia," papar para peneliti yang
terlibat dalam penulisan jurnal ini.
"Lima ribu individu ditargetkan untuk
digunakan secara lokal, sisa 45 ribunya untuk eksport. Baik untuk binatang
hidup atau pun untuk industri hewan peliharaan."
Barr, yang merupakan peneliti reptil
ternama dunia, menekankan situasi eksploitasi seperti ini juga menjadi ancaman
bagi manusia. Ibarat kunci penting dalam sebuah bangunan, reptil adalah kunci
itu.
Jika kunci tersebut hilang atau diambil
paksa, maka seluruh bangunan akan runtuh. "Jika kita ambil spesies ini,
maka ekosistem akan hancur," papar Barr.
(Zika Zakiya)
..........................................
Bulus Raksasa Ditemukan di
Ciliwung sejak 1908
KOMPAS.com
— Pakar herpetologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Institut Teknologi
Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar, mengatakan, bulus raksasa Ciliwung (Chitra
chitra javanensis) sudah ditemukan sejak seabad lalu.
"Kalau ada yang
mengatakan ini piaraan yang lepas atau introduksi pasti itu salah. Sebab, bulus
ini ditemukan pertama kali tahun 1908," kata Djoko.
Penemuan pertama tahun
1908, kata Djoko, mendapatkan dua individu. Satu individu kemudian disimpan di
Museum Biologi Bogor dan satu lagi disimpan di salah satu museum di Jerman.
Setelah penemuan pada
tahun 1908 tersebut, sangat sedikit laporan penemuannya. Penemuan selanjutnya
baru dilaporkan 70 tahun kemudian, tahun 1971 dan 1973.
"Nah yang
ditemukan tahun 1971 dan 1973 itu ada tiga ekor totalnya," kata Djoko saat
dihubungi Kompas.com, Kamis (17/11/2011).
Penemuan bulus raksasa
Ciliwung ini menambah rekam data yang diungkapkan pakar
herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mumpuni, yang
mengatakan, bulus raksasa pernah ditemukan di Radio Dalam dan Tanjung Priok.
Penemuan terakhir
bulus raksasa ini pada Jumat (11/11/2011). Bulus raksasa yang ditemukan di
wilayah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, ini memiliki ukuran 140 x 90 cm dan
berat 140 kilogram.
Dengan sejarah
penemuan tersebut, ilmuwan yang pernah meraih Habibie Award di Bidang Ilmu
Dasar tahun 2005 itu meyakini, Ciliwung memang habitat Chitra chitra
javanensis.
Meski sudah ditemukan
sejak lama, kajian tentang spesies ini menurut salah satu pemenang Habibie
Award itu sangat minin. Keterbatasan dana dan sulitnya metode penelitian
menjadi faktor penghambat.
"Enggak ada dana.
Lalu kalau melakukan penelitian juga harus saat kemarau panjang. Kalau
sungainya terlalu dalam kan susah untuk menelitinya," jelas Djoko.
Chitra chita
javanensis yang ditemukan ialah hewan yang dilindungi menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam daftar merah International
Union for Conservation of Nature.
Menurut Djoko, hal
yang harus dilakukan saat ini adalah penelitian dan penangkaran untuk tujuan
reproduksi. Cara itu bisa mencegah bulus dari kepunahan.
Penulis
|
: Yunanto Wiji Utomo
|
Editor
|
: Benny N Joewono
|
.........................
Entaskan Reptil di Museum Zoologi
BANYAK
orang lebih mengenal orang utan, gajah, harimau, dan badak saat bicara tentang
satwa liar asli Indonesia padahal banyak satwa lain yang unik selain jenis itu.
Tahukah bahwa ada katak di Indonesia juga menyimpan khasanah yang tak ternilai.
Oleh :
Yuska Apitya
nobitaalone10@yahoo.co.id
nobitaalone10@yahoo.co.id
Ada reptil yang hidupnya hampir selalu
di air, tetapi ada yang di dalam tanah atau melata di atas pohon. Saat ini
Indonesia memiliki hampir 400 jenis amfibi dan lebih dari 750 jenis reptil.
Jumlah spesies ini terus meningkat
seiring dengan banyaknya penelitian di bidang herpetologi walaupun banyak
jenis yang juga terancam keberadaannya karena perubahan habitat dan perburuan
untuk perdagangan ilegal.
Untuk mengenalkan dan meningkatkan
pemahaman atas kehidupan amfibi dan reptil di Indonesia, Fakultas Kehutanan
IPB dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia akan memperkenalkan Amfibi dan
Reptil Indonesia melalui kampanye program ARK.
ARK adalah program “Amfibi dan Reptil
Kita” yang digagas oleh Fakultas Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi
Indonesia (PHI) dengan dukungan dari National Geographic Foundation. “Sebagai
kegiatan awal, ARK fokus pada pendidikan konservasi amfibi dan reptil di Jawa
dan Bali,” kata Amir Hamidy dari Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI), Senin
(18/7/2016).
Di tahun 2016 ini, ARK akan hadir di
tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Yogyakarta, dan Bali. Program ARK ini terdiri
berbagai kegiatan antara lain pelatihan, pendidikan konservasi melalui
Festival ARK, pengamatan amfibi dan reptil di malam hari bersama komunitas dan
ARK bioblitz tahun 2017.
Mirza D Kusrini mengatakan, pelatihan
pengenalan dan metode pengamatan Herpetofauna 2016 merupakan bagian dari
program citizen science monitoring amfibi dan reptil di Jawa dan Bali.
“Fokus dari pelatihan ini adalah melatih
peserta cara mengidentifikasi jenis amfibi dan reptilterutama yang ditemukan
di Jawa dan Bali, metode standar dan prosedur pengamatan herpetofauna, serta
penanganan terhadap gigitan ular,” kata Mirza.
Sebagai tambahan, peserta akan
dikenalkan dengan keanekaragaman herpetofauna di Indonesia, masalah, dan
tantangan konservasi herpetofauna serta cara menganalis data lapang.
Untuk kegiatan pelatihan sesi Jawa Barat
akan dilaksanakan di fakultas kehutanan IPB, Pusat Pendidikan Konservasi Alam
Bodogol, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 18-21 juli 2016.
“Sedangkan kegiatan di Bali (bekerja sama dengan Universitas Udayana) akan
dilaksanakan pada akhir September 2016 dan di Yogyakarta (bekerja sama dengan
Universitas Gadjah Mada) pada akhir November 2016,” katanya.
Festival
ARK di Bogor akan diadakan di Museum Zoologi, Kebun Raya Bogor pada hari
Sabtu, 23 Juli 2016, pukul 10.00-16.30 dengan acara pameran foto, pameran
komunitas dan temu wicara. Cara ini terbuka untuk umum, walaupun peserta harus
membeli tiket masuk Kebun Raya Bogor. (Yuska
Apitya Aji/ed:Mina)
....................
Mengenalkan
Amfibi dan Reptil Indonesia melalui Program ARK
VIVA.co.id – Banyak orang
lebih mengenal orang utan, gajah, harimau, dan badak saat bicara tentang satwa
liar asli Indonesia. Padahal banyak satwa lain yang unik selain jenis itu.
Tahukah Anda bahwa ada katak di Indonesia yang tidak memiliki paru-paru, atau
katak yang melahirkan berudu? Ada reptil yang hidupnya hampir selalu di air,
namun ada yang di dalam tanah atau melata di atas pohon? Saat ini Indonesia
memiliki hampir 400 jenis amfibi dan lebih dari 750 jenis reptil. Jumlah
spesies ini terus meningkat seiring dengan banyaknya penelitian di bidang
herpetologi walaupun banyak jenis yang juga terancam keberadaannya karena
perubahan habitat dan perburuan untuk perdagangan ilegal. Untuk mengenalkan dan
meningkatkan pemahaman atas kehidupan amfibi dan reptil di Indonesia, Fakultas
Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia akan memperkenalkan amfibi
dan reptil Indonesia melalui kampanye program ARK. ARK adalah program “Amfibi
dan Reptil Kita” yang digagas oleh Fakultas Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi
Indonesia (PHI) dengan dukungan dari National Geographic Foundation. Sebagai
kegiatan awal, ARK fokus pada pendidikan konservasi amfibi dan reptil di Jawa
dan Bali. Pada tahun 2016 ini, ARK akan hadir di tiga provinsi yaitu Jawa
Barat, Yogyakarta, dan Bali. Program ARK ini terdiri dari berbagai kegiatan
antara lain pelatihan, pendidikan konservasi melalui Festival ARK,
pengamatan amfibi dan reptil di malam hari bersama komunitas, dan ARK bioblitz
di tahun 2017. Pelatihan Pengenalan dan Metode Pengamatan Herpetofauna 2016
merupakan bagian dari program citizen science monitoring amfibi dan reptil di
Jawa dan Bali. Fokus dari pelatihan ini adalah melatih peserta cara
mengidentifikasi jenis amfibi dan reptil, terutama yang ditemukan di Jawa dan
Bali. Metode standar dan prosedur pengamatan herpetofauna, serta penanganan
terhadap gigitan ular. Sebagai tambahan, peserta akan dikenalkan dengan
keanekaragaman herpetofauna di Indonesia, masalah dan tantangan konservasi
herpetofauna, serta cara menganalis data lapang. Untuk kegiatan pelatihan sesi
Jawa Barat akan dilaksanakan di Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan
Konservasi Alam Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal
18-21 Juli 2016. Sedangkan kegiatan di Bali (bekerjasama dengan Universitas
Udayana) akan dilaksanakan pada akhir September 2016, dan di Yogyakarta
(bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada) pada akhir November 2016.
Festival ARK di Bogor akan diadakan di Museum Zoologi, Kebun Raya Bogor, pada
hari Sabtu, 23 Juli 2016 jam 10.00-16.30 dengan acara pameran foto, pameran
komunitas, dan temu wicara. Acara ini terbuka untuk umum, walaupun peserta
harus membeli tiket masuk Kebun Raya Bogor terlebih dahulu. (Tulisan ini
dikirim oleh Mila Rahmania, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)
........................
Reptil Vs. Amfibi: Ketahui 6 Perbedaan Reptil
dan Amfibi
Reptil dan amfibi memiliki sejumlah kesamaan, misalnya, keduanya merupakan
hewan berdarah dingin atau ectomorphic (suhu tubuh berfluktuasi tergantung pada
lingkungan).
Selain itu, kedua jenis binatang ini bereproduksi dengan telur serta
sama-sama merupakan hewan bertulang belakang.
Bukti evolusi menunjukkan fakta
bahwa reptil dan amfibi berkerabat dekat.
Bahkan sebelumnya, amfibi dan
reptil dikelompokkan bersama pada subjek Herpetologi.
Herpetologi berasal dari kata
Yunani ‘herpeton’, yang berarti ‘makhluk yang merangkak (merayap)’.
Namun, sebenarnya reptil dan
amfibi memiliki beberapa perbedaan mulai dari klasifikasi biologi, anatomi,
fisiologi, dan cara reproduksi.
Contoh umum reptil diantaranya
adalah ular, kadal, dan buaya, sementara hewan yang tergolong amfibi misalnya
katak, kadal air, dan salamander.
Perbedaan
Amfibi dengan Reptil
Berikut akan diuraikan mengenai
perbedaan antara amfibi dengan reptil.
1. Klasifikasi
Reptil dan amfibi sama-sama
diklasifikasikan dalam kerajaan Animalia, filum Chordata dan subfilum Vertebrata.
Bedanya, amfibi termasuk dalam
superkelas Tetrapoda dan kelas Amphibia. Sedangkan reptil tidak memiliki
superkelas dan masuk dalam kategori Amniota dan kelas Reptilia.
2. Penampilan fisik
Perbedaan paling mudah terlihat
antara reptil dan amfibi terdapat pada struktur permukaan tubuh.
Reptil memiliki sisik atau
semacam perisai yang membuat kulitnya terasa kering dan bersisik.
Amfibi di sisi lain, memiliki kulit yang lembab, halus, bahkan
kadang-kadang sedikit berlendir. Amfibi memiliki kelenjar lendir yang membuat
kulitnya terasa licin.
Perbedaan lain yang mudah dikenali adalah bahwa reptil memiliki jari kaki
dengan cakar, sedangkan amfibi tidak memiliki cakar.
3. Reproduksi
Meskipun amfibi dan reptil berkembang biak dengan bertelur, namun keduanya
memiliki struktur telur berbeda.
Telur reptil memiliki cangkang yang keras. Induk reptil biasanya meletakkan
telur dalam sarang atau dikubur di dalam tanah.
Sedangkan telur amfibi tidak memiliki membran pelindung dan umumnya
ditemukan melekat pada batang tanaman bawah air.
4. Metamorfosis dan siklus hidup
Perbedaan reptil dan amfibi terlihat dalam siklus hidup mereka.
Ketika menetas, anak-anak reptil tampak mirip dengan induknya untuk
kemudian tumbuh dewasa tanpa mengalami banyak perubahan bentuk.
Siklus hidup katak, sebagai contoh dari siklus hidup amfibi, sangat berbeda
dengan reptil.
Setelah menetas, katak muncul dalam bentuk yang disebut kecebong yang
bernafas melalui insang.
Pada tahap ini, amfibi muda tidak dapat bertahan hidup di luar air serta
memiliki ekor.
Seiring waktu, ekor kecebong akan hilang disertai dengan berkembangnya
organ paru-paru yang memungkinkan katak bernapas di darat sementara tetap
mempertahankan kemampuan untuk bernapas di bawah air.
5. Pertahanan
Amfibi seperti katak dapat mengeluarkan racun melalui kulit yang merupakan
mekanisme pertahanan diri.
Reptil menggunakan cakar, ekor, serta gigitan untuk mempertahankan diri.
Beberapa jenis reptil seperti ular memiliki bisa untuk membunuh mangsa
sekaligus mempertahankan diri.
6. Habitat
Perbedaan reptil dan amfibi terlihat pula pada habitat alami mereka.
Sebagian besar amfibi hidup di tempat-tempat lembab yang dekat dengan
sumber air.
Reptil cenderung menghuni lokasi yang lebih beragam mulai dari gurun yang
dihuni kadal dan ular hingga badan air yang dihuni buaya dan alligator.[]