Jumat, 07 Oktober 2016

CHLOEPEDIA-- Label,penelusuran,tag,hasil,result,hasil penelusuran.hasil result : HERPETOLOGI (part 4)



CHLOEPEDIA-- Label,penelusuran,tag,hasil,result,hasil penelusuran.hasil result : HERPETOLOGI (part 4)


.........................................................

HERPETOLOGI
............................................................
Label,penelusuran,tag,hasil,result,hasil penelusuran.hasil result :
H,Herpetofauna,herpetology,biodiversity ,tugumuda reptiles community,kse,komunitas satwa eksotik,sahabat si komo,chloe ardella raisya putri kamarsyah,prianka putri,aldhika budi pradana


Herpetofauna,herpetology,biodiversity,keanekaragaman hayati,flora,fauna,konservasi,habitat,komunitas,reptil,satwa.t-rec,tugumuda reptiles community,kse,komunitas satwa eksotik,sahabat si komo,on line,chloe ardella raisya putri kamarsyah,priankaputri,aldhika budi pradana
................................................................
Hanya berusaha merangkum segala sesuatu yang berhubungan dengan herpetologi dari sumber sumber yang ada di pencarian google search , semoga dapat membantu dan bermanfaat


Just trying to summarize everything connected with herpetologi-hepetology  from existing sources in the google search engine, may be helpful and useful
.................................................................

.................................................................


Seminar Nasional Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI) 2011
·         ACARA
·         4 JAN, 2011
·         0 COMMENTS
·         608 KALI

Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI) adalah perhimpunan para ahli, peneliti, dan pemerhati herpetofauna (amphibi dan reptil) Indonesia. PHI memiliki dedikasi dan komitmen dalam melakukan upaya-upaya konservasi herpetofauna Indonesia dengan melakukan berbagai kegiatan diantaranya penelitian, pendidikan & pelatihan, serta pemanfaatan yang berkelanjutan.
Seminar Nasional PHI yang diadakan setiap tahun memiliki peran penting dalam meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota dan pengurus, peningkatan pengetahuaan melalui kegiatan seminar, dan merumuskan program kerja konservasi di tahun selanjutnya, terutama menjawab tantangan menurunnya populasi global amphibi dan reptil.
Seminar Nasional PHI 2011 yang tahun ini bertuan rumah di Universitas Indonesia akan berlangsung pada tanggal 7-9 Januari 2011. Kegiatan akan dilaksanakan di Auditorium FMIPA UI (Gedung B 101) dengan agenda seminar dan workshop fotografi. Berikut adalah rangkaian kegiatan acara Seminar Nasional PHI 2011:
§  Jumat, 7 Januari 2011 pukul 08.00 WIB berlangsung seminar “Potensi Kekayaan Jenis Herpetofauna Indonesia”. Pembicara : Dr. Jatna Supriatna Ph.D
§  Sabtu, 8 Januari 2011 pukul 08.00 WIB berlangsung seminar “Arah Penelitian dan Peluang Pendanaan”. Pembicara: Dr. Mirza D. Kusrini
§  Minggu, 9 Januari 2011 pukul 08.30 WIB berlangsung “Workshop Fotografi Wildlife Indonesia”. Pembicara : Riza Marlon
Harga Tiket Masuk
Seminar
Rp. 50.000,- (mahasiswa S1) Rp. 75.000 (S2, S3, Umum)
............................

Kodok dan Katak: Amfibi Yang Terancam

Kodok dan Katak serta hewan amfibi lain selalu berada di bawah ancaman kerusakan habitat, penggunaan pestisida besar-besaran, perubahan iklim dan sejenis jamur yang merusak kulit mereka.

..........................

Lihat Orang, Ular Penangkaran Gugup dan Terkencing-kencing

Laporan Achmad Chudori dari Surabaya
21/07/14, 04:00 WIB

HARI itu, Selasa (8/7), area Student Center (SC) FST Unair terasa ramai oleh mahasiswa. Maklum, saat itu berlangsung ujian akhir semester (UAS) sehingga banyak mahasiswa yang memantengi buku serta laptopnya.
Namun, suasana seketika jadi riuh saat sepuluh mahasiswa datang dengan membawa reptil. Sebagian besar yang dibawa adalah ular. Kerumunan yang semula fokus dengan buku dan laptop mendadak ramai. Ada yang ingin memegang ular. Sebagian lagi menjerit-jerit lantaran gilo (geli).
Ya, sepuluh mahasiswa itu adalah anggota Komunitas Herpetologi. Sembari mengeluarkan satu per satu reptil dari kandangnya, mereka membuka obrolan. ’’Jadi, awalnya komunitas ini berdiri pada 2009 dan sampai sekarang anggotanya itu 51 orang,” ujar Ketua Komunitas Herpetologi Nugroho Yudistyo.
Komunitas tersebut dibentuk seorang alumni dan dosen yang sama-sama mencintai reptil. Tak sekadar mencintai, alumni tersebut mencoba untuk memperdalam ilmu biologi yang dipelajarinya melalui reptil dan amfibi yang dimilikinya. Itulah embrio komunitas tersebut.
Lucunya, semula tidak semua anggota itu berani pada reptil. Khususnya saat berhadapan dengan ular. Nugroho pun mengakui itu. Dia sejatinya takut. ”Begitu ular mendekat saja, saya sudah langsung jingkrak-jingkrak,” ucapnya. Tapi, berkat rasa keingintahuan yang tinggi, dia akhirnya berani dan suka ular setelah dua minggu masa pengenalan.
Komunitas tersebut memang hadir untuk mempelajari reptil dan amfibi, lantas mengenalkannya ke masyarakat luas. Misalnya, soal ular. ’’Mulai sifat, karakteristik fisik, hingga kebiasaannya,’’ kata Nugroho sembari mengelus Si Temon, ular sanca kembang miliknya. Contohnya, ular hasil penangkaran cenderung lebih tenang dan tidak agresif, sedangkan ular hasil tangkapan di alam liar sering bergerak dan agresif. Si Temon, misalnya. Mahasiswa 20 tahun tersebut memang menemukan hewan peliharaannya itu di alam. Makanya, dia kerap kerepotan mengendalikan Temon yang terus menggeliat dan berjalan-jalan ke sudut Student Center FST Unair.
Nugroho pun mengimbau pencinta reptil pemula untuk mengadopsi binatang hasil penangkaran. ’’Soalnya kan lebih aman. Takutnya kalau hasil tangkapan di alam liar, pemilik kaget dengan kebiasaan hewannya. Takutnya malah terjadi apa-apa,” ucapnya.
Anandhika Muhammad, salah seorang anggota Komunitas Herpetologi, tidak ketinggalan menjelaskan hasil temuannya. Dia memaparkan jenis ular dari bentuk fisiknya. Khususnya bagian kepala.
Dia mengungkapkan, sebenarnya mengetahui jenis ular itu berbisa cenderung mudah. Yakni, ular berbisa memiliki bentuk kepala yang bersudut. ’’Kalau yang sisi pinggir-pinggir kepalanya cenderung tumpul dan tidak bersudut, itu berarti nggak berbisa,” ujarnya.
Mahasiswa Jurusan Tekno Biomedik FST Unair tersebut mengimbau masyarakat agar tidak panik jika suatu saat digigit ular berbisa. Sebab, dengan panik, detak jantung akan semakin kencang. Darah pun makin cepat terpompa. Akibatnya, bisa yang sudah bercampur darah cepat menyebar ke seluruh tubuh. ’’Sebaiknya tetap tenang dan segera pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan serum,’’ ujar Anan, sapaannya.
Di sela-sela wawancara, tiba-tiba ular piton Molurus milik Nureka Mantono buang air di pelukan pemiliknya. Sontak hal tersebut membuat anggota lain tertawa terpingkal.
’’Lha ini juga salah satu sifat hasil penangkaran. Dia sering gugup ketika melihat banyak orang asing. Makanya, dia sampai buang air,” timpal Nugroho yang tetap sibuk mengendalikan Temon, ular sepanjang 2 meter itu.
Nugroho bersama rekan-rekannya saat ini juga sudah mulai mempelajari hewan amfibi. Khususnya biawak. Lokasi yang dituju adalah sekitar lahan konservasi Mangrove Wonorejo. Di situ memang pernah banyak biawak. Bahkan, ada orang yang menemukan biawak sepanjang 2 meter. ’’Kami mulai penelitian ini sejak 2011,” ujar mahasiswa jurusan S-1 Biologi FST Unair tersebut.
Namun, kini biawak di lokasi tersebut sudah jarang ditemui. Jika ditemukan pun, ukurannya kecil. Sebab, banyak biawak yang diburu untuk dimakan. Daging biawak (nyambik) dipercaya meningkatkan vitalitas pria.
Soal vitalitas itu juga diteliti Komunitas Herpetologi. Menurut Anan, daging biawak sebenarnya tidak bisa meningkatkan vitalitas. Sebab, daging tersebut hanya mengandung protein. Sama dengan daging ayam dan sapi.
Yang dibutuhkan untuk menambah vitalitas adalah zat atau kandungan steroid. Itu bisa ditemukan di kelenjar kelamin bulu babi. Kandungan atau zat tersebut terbukti bisa meningkatkan kinerja hormon testosteron. ’’Kalau testosteron udah meningkat, laki-laki bisa langsung greng,” ujar Anan yang diiringi tawa anggota komunitas lain.
Nugroho dan teman-temannya saat ini sibuk mengumpulkan data hasil observasinya tersebut. Mereka berencana mengumpulkannya menjadi satu jurnal. Jurnal itu akan disosialisasikan kepada warga di kawasan Wonorejo.
Laki-laki 20 tahun tersebut berharap sosialisasi itu mengubah pola pikir warga setempat. Dengan begitu, daerah Wonorejo bisa menjadi kawasan konservasi biawak sepenuhnya.
Sembari memproses jurnal, Komunitas Herpetologi tetap rutin membagikan ilmu pengetahuan tentang reptil ke masyarakat luas. Sosialisasi itu dilakukan sebulan sekali.
Lokasi yang dituju adalah pusat keramaian. Misalnya, area car free day (CFD) di Jalan Raya Darmo serta Kebun Binatang Surabaya (KBS). Selain itu, komunitas tersebut kerap menyisipkan materi pengetahuan tentang reptil di setiap pameran yang mereka ikuti. ’’Harapannya, makin banyak yang mengetahui reptil dan tidak sembarangan dalam memperlakukannya. Dengan begitu, reptil-reptil itu mendapat kesempatan hidup yang lebih lama,” jelas Nugroho. (*/dos/c7)


.................................

Struktur Keilmuan Biologi

KAMIS, APRIL 05, 2012   SOFI DWI PURWANTO   NO COMMENTS
1) Anatomi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari bentuk dan susunan organ-organ tubuh suatu organisme.

2) Anatesi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari semua segi yang berhubungan dengan operasi atau pembedahan.

3) Bakteriologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari bakteri dan seluk beluknya.

4) Botani adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang tumbuhan dan seluk beluknya.

5) Bryologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang lumut dan seluk beluknya.

6) Dendrologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pohon dan tanaman berkayu.

7) Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (interaksi factor abiotik dengan factor biotic).

8) Embriologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari perkembangan embrio, mulai dari zigot sampai menjadi dewasa.

9) Emtomologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang insekta.

10) Entomologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari semua segi kehidupan serangga.

11) Evolusi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari proses perubahan struktur tubuh pada makhluk hidup secara perlahan – lahan dalam waktu yang cukup lama, sehingga terbentuk spesies baru.

12) Fikologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang alga dan seluk beluknya.

13) Fisiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari fungsi alat-alat tubuh organisme.

14) Genetika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari pola pewarisan atau cara-cara penurunan sifat menurun pada makhluk hidup.

15) Herpetologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang hewan reptil dan amphibi.

16) Higiene adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang kesehatan.

17) Histologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari jaringan.

18) Iktiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang ikan.

19) Nematologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang nematoda dan seluk beluknya.

20) Malakologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang hewan molusca dan seluk beluknya.

21) Mamologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari hewan menyusui dan seluk beluknya.

22) Mikrobiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme yang berukuran mikroskopis (mikroorganisme)

23) Mikologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari jamur dan seluk beluknya.

24) Morfologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari bentuk dan struktur luar suatu organisme.

25) Ornitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang burung dan unggas

26) Paleobotani adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang tumbuhan di masa lampau.

27) Paleontologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari kehidupan hewan atau tumbuhan pada masa zaman lampau yang telah menjadi fosil.

28) Patologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari penyakit dan pengaruhnya terhadap organisme.

29) Parasitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme – organisme yang dapat menimbulkan penyakit.

30) Phylogeni adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari perkembangan makhluk hidup dari bentuk tidak sempurna samapai sempurna.

31) Protozoologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang protozoa dan seluk beluknya.

32) Pteridologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pakis dan seluk beluknya.

33) Sitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang struktur dan fungsi sel tubuh makhluk hidup.

34) Taksonomi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari pengelompokan makhluk hidup.

35) Terratologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari kelainan atau cacat embrio dalam masa kandungan.

36) Virologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang virus dan seluk beluknya.

37) Zoologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang hewan dan seluk beluknya.


.....................................

Kelompok Studi Mahasiswa Biologi Unair Teliti Buaya Kali Porong

 Selasa, 02 Juni 2015  13:42:30 WIB
Reporter : M. Ismail

Sidoarjo (beritajatim.com) - Kelompok Studi Herpetologi Himbio Unair Surabaya melakukan penelitian fenomena munculnya buaya di Kali Porong tepatnya Dusun Awar Awar Desa Tambakrejo Kecamatan Krembung, Selasa (2/6/2015).

Dilokasi, sebanyak 8 mahasiswa dari jurusan biologi itu melakukan sample air Kali Porong disisi bantaran kali sebelah timur lokasi munculnya buaya.

Dalam penelitian itu, rombongan para mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu melakukan menyisiri sisi barat kali dan satu kelompok lainnya bagian sisi timur.

Kedatangan para mahasiswa ini juga disambut munculnya buaya warna keputih-putihan. Hanya saja, buaya itu muncul ke permukaan air terlihat moncong mulutnya saja.

Buaya itu berdiam sampai lebih dari satu jam. Buaya sesekali menyelam ke air, kemudian muncul lagi. Hal ini juga membuat para pengunjung yang penasaran dengan buaya Awar Awar terus mengamati dengan berharap buaya itu muncul sekujur tubuh dan naik ke bantaran kali. "Itu itu buayanya muncul kelihatan moncongnya," teriak pengunjung.

Nureka dari Kelompok Studi Herpetologi Himbio Unair Surabaya menandaskan, dilokasi tadi, kelompoknya mengambil sample air, waktu munculnya buaya, titik kordinat kemunculan, suhu, kelembaban, kelimpahan makanan, kelimpahan buaya muncul dan lainnya.

"Hasil penelitian ini akan kita pelajari bersama untuk mengetahui fenomena dan penyebab buaya muncul di kali," terang mahasiswa semester lV itu. (isa/ted)
................................
Katak Pohon Mulai Dikenal di Sumatera
03 Maret 2010 16:37:00 Diperbarui: 26 Juni 2015 17:38:14 Dibaca : 1,319 Komentar : 8 Nilai : 0

Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/junaedi_siregar/katak-pohon-mulai-dikenal-di-sumatera_54ff8474a33311874a5108d4
Amfibi mulai dilirik di Pulau Sumatera. Sebagai satwa yang hidup di dua alam, awalnya amfibi memiliki reputasi yang cukup buruk di masyarakat awam. Secara umum, amfibi dinilai terkesampingkan dari dunia penelitian maupun khalayak ramai. Memang jenis-jenis amfibi di Indonesia hanya terdiri dari dua bangsa (ordo) yang kedua-duanya dinilai satwa yang menjijikkan terutama dari bangsa Anura (katak dan kodok) dan bangsa Gymnophiona (katak tidak berkaki). Katak pohon (Rhacophoridae) merupakan katak yang paling eksotis dari enam suku katak yang ada di Pulau Sumatera. Secara berurutan suku lainnya yang hidup di pulau besar terbarat di Indonesia ini yakni Bufonidae, Dicroglossidae, Megophryidae, Microhylidae dan Ranidae. Keenam suku tersebut mempunyai ciri khas perbedaan signifikan yang memisahkan suku ini secara taksonomi. Rhacophoridae umumnya hidup arboreal (hidup di tegakan hutan) menuntut katak ini menjadi satwa yang bermorfometri khas, yakni berpostur tubuh agak gepeng dan mempunyai bantalan penempel di setiap ujung jari katak. Pulau Sumatera diketahui memiliki lima marga katak pohon yaitu Nyctixalus, Philautus, Polypedates, Rhacophorus dan Theloderma. Jumlahjenis-jenis dari setiap marga masih labil, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan untuk merampungkan kemungkinan penambahan jenis-jenis dari katak. Pulau Sumatera merupakan pulau “akomodasi” eksklusif bagi katak-katak pohon Sumatera. Hutan-hutan lindung Sumatera berupa Hutan Register, Taman Nasional, Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Suaka Margasatwa dan Taman Buru merupakan luasan hutan tropis sebagai habitat tersisa di Pulau Sumatera, khususnya amfibi. Berbagai penelitian amfibi telah dan sudah dilakukan dari berbagai intansi. Katak pohon semakin familiar bagi para peneliti yang di antaranya adalah mahasiswa Strata I dari berbagai Universitas di Sumatera maupun di luar Sumatera, maupun peneliti senior amfibi, LSM maupun dinas terkait dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) masing-masing propinsi sebagai otoritas konservasi. Hal nyata adalah munculnya beberapa komunitas pecinta katak pohon. Di Universitas Sumatera Utara, Medan sebagai universitas terbesar di pulau ini, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (BIOPALAS) Dept Biologi FMIPA USU telah melakukan puluhan ekspedisi untuk melakukan herpetofauna, yakni kegiatan inventarisasi dan monitoring amfibi yang di antaranya katak pohon. Selain itu, dalam universitas yang sama berjamur juga kelompok fotografi yang objek utamanya termasuk katak pohon. Fotografer ini ternyata bukan hanya sekedar mengambil fotogenik atraksi katak pohon, tetapi sekaligus belajar taksonomi katak pohon. Studi klasifikasi katak sangat menstimulasi tantangan karena perjumpaan langsung di alam tergolong langka. “Saya akan lupa waktu jika menjepret Nyctixalus pictus, selain langka, katak merah bertotol putih di setiap badannya itu adalah katak paling indah di dunia yang pernah kulihat”, seru Chairunas, salah satu anggota Bengkel Fotografi Sains Dept Biologi FMIPA USU dalam satu ekspedisi. Dewasa ini, isu konservasi katak meningkat semenjak dicetuskannya Year of Frog tahun 2008. Penetapan “Tahun Katak” merupakan bentuk nyata kekhawatiran dunia akan keberadaan amfibi dari penilaian para herpetolog (ilmuan amfibi dan reptil) dunia mengalami kemunduran nyata. Pengrusakan habitat dan global warming disebut sebagai faktor besar kemunduran populasi katak di alam bebas. Katak adalah vertebrata darat yang paling sensitif dengan perubahan lingkungan. Katak pohon menjadi korban utama jika hutan terus dibabat para illegal logger. Saat ini, katak pohon sudah mulai dikenal. Diharapkan katak pohon yang lainnya yang belum teridentifikasi para ilmuan yang masih hidup liar di hutan tropis Sumatera juga akan dikenal sebelum terlebih dahulu punah seperti anggapan banyak para ahli.

Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/junaedi_siregar/katak-pohon-mulai-dikenal-di-sumatera_54ff8474a33311874a5108d4
.............................................

Workshop : Penelitian, Pengumpulan dan Teknik Laboratorium dalam Herpetologi

Bogor, 27 Mei 2013. Memperingati bulan biodiversitas, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan University of Texas at Arlington (UTA), LIPI, Universitas Brawijaya, Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) dan beberapa perwakilan dari universitas lainnya mengadakan kegiatan workshop yang mengangkat tema “Penelitian, Koleksi dan Teknik Laboratorium dalam Herpetologi”. Kegiatan ini dilaksanakan selama lima hari, yaitu hari pertama dan kedua dilaksanakan workshop (presentasi) mengenai herpetologi di Kampus IPB. Hari ketiga peserta mengunjungi Museum Zoologicum Bogoriense dan pada hari keempat dan kelima peserta mengunjungi laboratorium alam di Kebun Raya Cibodas serta melakukan pengamatan (monitoring) herpetofauna di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Workshop hari pertama dilaksanakan di Ruang Sidang Sylva Fakultas Kehutanan IPB dimulai dari pukul 08.00 – 17.00 WIB. Kegiatan dibagi atas beberapa sesi presentasi. Presentasi pertama disampaikan oleh perwakilan dari UTA yaitu Eric Smith tentang “Diversity Exploration of The Herpetofauna of Java and Sumatra”, presentasi kedua disampaikan oleh perwakilan IPB yaitu Mirza D. Kusrini mengenai “Diversity and Ecology The Amphibian of Gunung Gede Pangrango National Park” dan presentasi ketiga yaitu perwakilan dari UTA yaitu Michael Harvey tentang “The Systematic of The Lizard of The Familiy Teiidae”, masing-masing pembicara menyampaikan materi selama 45 menit dan dilanjutkan dengan diskusi bersama 25 peserta yang hadir.
Setelah makan siang, presentasi dilanjutkan kembali. Sebagai pembicara pertama pada sesi kedua ini yaitu perwakilan dari UTA Eric Smith mengenai “Studying The Coral Snake of The World : Systematic Significance and Some Trivia”, presentasi selanjutnya dilakukan secara panel yaitu perwakilan mahasiswa IPB yang disampaikan oleh Adininggar Ul-Hasanah, Luthfia Nuraini dan Arief Tajalli yang mengangkat tema ekologi herpetofauna di berbagai tempat di Indonesia. Setelah itu, presentasi dilanjutkan oleh Elijah Wostl (UTA) mengenai “ Herpetofauna of The Mariana Island”. Presentasi selanjutnya disampaikan oleh Misbahul Munir dari Universitas Negeri Malang mengenai “ The Amphibian of Mount Ungaran, Centrla Java”. Sebagai penutup, presentasi dibawakan oleh Nia Kurniawan “Systematic of Phylogenics of Fejervarya cancrivora in Asia” dan Eric Smith mengenai “Techniques Collection and Preservationof Amphibian and Reptiles”. Tujuan dari kegiatan ini adalah mempublikasikan hasil penelitian keanekaragaman herpetofauna di dunia khususnya di Indonesia. Salah satu harapan dari dilaksanakannya kegiatan ini adalah dapat meningkatkan upaya konservasi dan pelestarian herpetofauna di seluruh dunia untuk masa yang akan datang (Fatwa Nirza Susanti & Arya Arismaya Metananda).
.....................................

Pengertian Dan Cabang Ilmu Zoologi

Zoologi adalah cabang biologi yang mempelajari struktur, fungsi, perilaku, serta evolusi hewan. Ilmu ini antara lain meliputi anatomi perbandingan, psikologi hewan, biologi molekular, etologi, ekologi perilaku, biologi evolusioner, taksonomi, dan paleontologi. Kajian ilmiah zoologi dimulai sejak sekitar abad ke-16.

cabang ilmu zoologi antara lain:

Nematologi adalah ilmu tentang biologi nematoda (cacing gilig). Nematoda merupakan sekelompok avertebrata penting karena beberapa anggotanya menjadi parasit penting dalam bidang kesehatan/kedokteran dan pertanian.
Berbagai kasus kecacingan disebabkan oleh nematoda dan nematologi berada pada posisi yang penting untuk mengelola penyakit ini. Beberapa gangguan produksi ternak dan tanaman juga memerlukan bidang ini akibat kerugian besar yang diakibatkan oleh beberapa nematoda parasit.

Entomologi adalah ilmu yang mempelajari serangga. Akan tetapi, arti ini seringkali diperluas untuk mencakup ilmu yang mempelajari artropoda (hewan beruas-ruas) lainnya, khususnya laba-laba dan kerabatnya (Arachnida atau Arachnoidea), serta luwing dan kerabatnya (Millepoda dan Centipoda).
Istilah ini berasal dari dua perkataan Latin - entomon bermakna serangga dan logos bermakna ilmu pengetahuan.

Malakologi (Inggris: malacology; berasal dari bahasa Yunani: cypraea yang berarti "siput" dan logos yang berarti "lambang, pengetahuan") adalah cabang zoologi yang mempelajari semua aspek kehidupan (biologi) moluska. Malakologi mempelajari aspek pengetahuan dasar dan terapan, yang terakhir khususnya mencakup bidang budidaya.

Herpetologi (Bahasa Yunani: ρπετόν herpeton = melata, dan λόγος logos = penjelasan atau alasan) adalah cabang ilmu zoologi yang mempelajari kehidupan (biologi) reptilia dan amfibia. Sesungguhnya, objek kajian ilmu ini adalah vertebrata berkaki empat (tetrapoda) yang ";berdarah dingin" (poikiloterm) karena reptilia dan amfibia tidak banyak memiliki kemiripan.
Herpetologi makin banyak dipelajari seiring dengan berkembangnya kecenderungan menjadikan reptil sebagai hewan peliharaan. Selain itu, banyak anggota dari kedua kelompok besar hewan ini yang menghasilkan bisa/racun yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan bagi penyakit jantung dan stroke.

Iktiologi (Bahasa Inggris: ichhyology, Bahasa Yunani: ichthyon = "ikan" dan logos = "lambang, pengetahuan") adalah cabang ilmu zoologi yang mempelajari kehidupan (biologi) ikan. Iktiologi dipelajari di bidang biologi untuk aspek pengetahuannya dan perikanan untuk aspek terapannya, khususnya dalam bidang budidaya dan patologinya.

Kurang lebih terdapat 25.000 spesies ikan yang merupakan bagian mayoritas dari vertebrata. Walaupun sebagian besar spesies telah ditemukan dan diidentifikasi, para ilmuwan setiap tahunnya tetap saja mengumumkan secara resmi ditemukannya kurang lebih 250 spesies baru. Penerepan iktiologi sering dihubungkan dengan biologi kelautan, limnologi, dan oseanografi.

Ornitologi (dari Bahasa Yunani: ορνισ, ornis, "burung" dan λόγος, logos, "ilmu") adalah cabang zoologi yang mempelajari burung. Beberapa aspek ornitologi berbeda dengan yang berhubungan erat dengan kedisiplinan, yang berkaitan dengan kemampuan penglihatan yang tinggi dan pendekatan burung-burung dengan estetis. Kebanyakan keputusan diantara itu menjadi tingkat lapangan pembelajaran yang dikerjakan oleh sukarelawan amatir yang bekerja dalam parameter metodologi ilmiah.

Mamologi, dalam zoologi, adalah ilmu yang mempelajari mamalia, kelas hewan vertebrata yang dikarakteristikan dengan jantung dengan empat bilik, berdarah panas, berbulu, dan memiliki sistem saraf yang kompleks. Mamologi juga dikenal dengan nama "mastologi", "theriologi", dan "therologi";.
Mamologi dibagi-bagi lagi menjadi cabang-cabang lain seperti primatologi, yang mempelajari primata, dan cetologi yang mempelajari cetacea.

Primatologi adalah cabang zoologi yang mempelajari kehidupan (biologi) primata selain manusia (kera, monyet, dan kerabatnya). Ilmu ini dianggap penting sekarang ini karena makin meningkatnya perhatian terhadap kelestarian hewan-hewan yang tergolong primata. Selain itu, berdasarkan DNA sekuensing diketahui bahwa komposisi genetik manusia dan sebagian primata tidak jauh berbeda (bahkan hingga lebih dari 99% pada bonobo). Dengan demikian, secara teoretis kajian terhadap primata dapat dengan mudah dianalogikan pada manusia. Contohnya adalah kasus virus HIV atau ebola yang diduga kuat ditularkan dari primata ke manusia. Penelitian di bidang perilaku hewan juga banyak mengambil objek primata dalam kaitan dengan memahami proses belajar. Primatologi dipelajari sebagai ilmu khusus pada bidang biologi atau kehutanan (terutama aspek konservasinya). Kedokteran hewan juga mempelajari ilmu ini pada tingkat lanjut.

Paleozoologi atau palaeozoology (bahasa Yunani: παλαιον, paleon = tua dan ζωον, zoon = hewan) adalah adalah cabang dari paleontologi atau paleobiologi, yang bertujuan untuk menemukan dan mengindentifikasi fosil hewan bersel banyak dari sistem geologi atau arkeologi, untuk me
...............................

Istimewanya Indonesia di Dunia Reptil

Tak ada tempat lain di dunia, terutama untuk pecinta reptil, seperti di Indonesia

Indonesia memiliki yang terbaik dan terbesar dalam dunia reptil. Sebut saja kadal terbesar di dunia dalam wujud komodo (Varanus komodoensis); ular terpanjang di dunia seperti reticulated python (Python reticulatus); ular berbisa terpanjang di dunia, si King Cobra (Ophiophagus hannah); dan penyu terbesar di jagat.
Demikian puji yang disampaikan pakar herpetologi, Brady Barr, saat berbincang dengan kruNational Geographic Indonesia, Selasa (11/12), di Jakarta. Apresiasi ini terlontar berkat pengalamannya ke 70 negara dalam 20 tahun.
"Jika saya bilang istimewa, itu pengalaman saya yang bicara. Tak ada tempat lain di dunia, terutama untuk pecinta reptil, seperti di Indonesia," puji Barr. Namun, Barr menyayangkan ketidaksadaran masyarakat akan hal ini. "Masyarakat tahu komodo, Indonesia harusnya melihat spesies ini sebagai suatu kebanggaan. Sebagai sosok figur, lindungi mereka."
Sama seperti spesies unik lainnya, reptil di Indonesia juga terancam keberadaan manusia. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari pengobatan tradisional hingga penjualan anggota tubuh.
Dalam jurnal berjudul "Over-exploitation and illegal trade of reptiles in Indonesia" yang dirilis tahun 2012, tokek (Gekko gecko), ular karung (Acrochordus javanicus), dan penyu bulus (Amyda cartilaginea), masih sering diburu untuk tujuan di atas.
"24 ribu individu tokek per tahun diizinkan dipanen dari Pulau Jawa. Seribu lagi dari Bali. Total, ada 50 ribu individu tokek per tahun dari Indonesia," papar para peneliti yang terlibat dalam penulisan jurnal ini.
"Lima ribu individu ditargetkan untuk digunakan secara lokal, sisa 45 ribunya untuk eksport. Baik untuk binatang hidup atau pun untuk industri hewan peliharaan."
Barr, yang merupakan peneliti reptil ternama dunia, menekankan situasi eksploitasi seperti ini juga menjadi ancaman bagi manusia. Ibarat kunci penting dalam sebuah bangunan, reptil adalah kunci itu.
Jika kunci tersebut hilang atau diambil paksa, maka seluruh bangunan akan runtuh. "Jika kita ambil spesies ini, maka ekosistem akan hancur," papar Barr.
(Zika Zakiya)
..........................................

Bulus Raksasa Ditemukan di Ciliwung sejak 1908


KOMPAS.com
 — Pakar herpetologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Institut Teknologi Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar, mengatakan, bulus raksasa Ciliwung (Chitra chitra javanensis) sudah ditemukan sejak seabad lalu.
"Kalau ada yang mengatakan ini piaraan yang lepas atau introduksi pasti itu salah. Sebab, bulus ini ditemukan pertama kali tahun 1908," kata Djoko.
Penemuan pertama tahun 1908, kata Djoko, mendapatkan dua individu. Satu individu kemudian disimpan di Museum Biologi Bogor dan satu lagi disimpan di salah satu museum di Jerman.
Setelah penemuan pada tahun 1908 tersebut, sangat sedikit laporan penemuannya. Penemuan selanjutnya baru dilaporkan 70 tahun kemudian, tahun 1971 dan 1973.
"Nah yang ditemukan tahun 1971 dan 1973 itu ada tiga ekor totalnya," kata Djoko saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/11/2011).
Penemuan bulus raksasa Ciliwung ini menambah rekam data yang diungkapkan pakar herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mumpuni, yang mengatakan, bulus raksasa pernah ditemukan di Radio Dalam dan Tanjung Priok.
Penemuan terakhir bulus raksasa ini pada Jumat (11/11/2011). Bulus raksasa yang ditemukan di wilayah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, ini memiliki ukuran 140 x 90 cm dan berat 140 kilogram.
Dengan sejarah penemuan tersebut, ilmuwan yang pernah meraih Habibie Award di Bidang Ilmu Dasar tahun 2005 itu meyakini, Ciliwung memang habitat Chitra chitra javanensis.
Meski sudah ditemukan sejak lama, kajian tentang spesies ini menurut salah satu pemenang Habibie Award itu sangat minin. Keterbatasan dana dan sulitnya metode penelitian menjadi faktor penghambat.
"Enggak ada dana. Lalu kalau melakukan penelitian juga harus saat kemarau panjang. Kalau sungainya terlalu dalam kan susah untuk menelitinya," jelas Djoko.
Chitra chita javanensis yang ditemukan ialah hewan yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature.
Menurut Djoko, hal yang harus dilakukan saat ini adalah penelitian dan penangkaran untuk tujuan reproduksi. Cara itu bisa mencegah bulus dari kepunahan.
Penulis
: Yunanto Wiji Utomo
Editor
: Benny N Joewono

.........................

Entaskan Reptil di Museum Zoologi

admin  Entaskan Reptil di Museum Zoologi2016-07-19T09:36:55+00:00Didaktika No Comment

BANYAK orang lebih mengenal orang utan, gajah, harimau, dan badak saat bicara tentang satwa liar asli Indonesia padahal banyak satwa lain yang unik selain jenis itu. Tahukah bahwa ada katak di Indonesia juga menyimpan khasanah yang tak ternilai.
Oleh : Yuska Apitya
nobitaalone10@yahoo.co.id
Ada reptil yang hidupnya hampir selalu di air, tetapi ada yang di dalam tanah atau melata di atas pohon. Saat ini Indonesia memiliki hampir 400 jenis amfibi dan lebih dari 750 jenis reptil.
Jumlah spesies ini terus mening­kat seiring dengan banyaknya pene­litian di bidang herpetologi walaupun banyak jenis yang juga terancam ke­beradaannya karena perubahan habi­tat dan perburuan untuk perdagangan ilegal.
Untuk mengenalkan dan menin­gkatkan pemahaman atas kehidu­pan amfibi dan reptil di Indone­sia, Fakultas Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia akan memperkenalkan Amfi­bi dan Reptil Indonesia melalui kampa­nye pro­gram ARK.
ARK adalah program “Amfibi dan Reptil Kita” yang digagas oleh Fakultas Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI) dengan dukungan dari National Geographic Foundation. “Sebagai kegiatan awal, ARK fokus pada pendidikan konserva­si amfibi dan reptil di Jawa dan Bali,” kata Amir Hamidy dari Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI), Senin (18/7/2016).
Di tahun 2016 ini, ARK akan hadir di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Yo­gyakarta, dan Bali. Program ARK ini terdiri berbagai kegiatan antara lain pelatihan, pendidikan konservasi me­lalui Festival ARK, pengamatan amfibi dan reptil di malam hari bersama ko­munitas dan ARK bioblitz tahun 2017.
Mirza D Kusrini mengatakan, pela­tihan pengenalan dan metode penga­matan Herpetofauna 2016 merupakan bagian dari program citizen science monitoring amfibi dan reptil di Jawa dan Bali.
“Fokus dari pelatihan ini adalah melatih peserta cara mengidentifikasi jenis amfibi dan reptilterutama yang ditemukan di Jawa dan Bali, metode standar dan prosedur pengamatan herpetofauna, serta penanganan ter­hadap gigitan ular,” kata Mirza.
Sebagai tambahan, peserta akan dikenalkan dengan keanekaragaman herpetofauna di Indonesia, masalah, dan tantangan konservasi herpetofau­na serta cara menganalis data lapang.
Untuk kegiatan pelatihan sesi Jawa Barat akan dilaksanakan di fakultas kehutanan IPB, Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 18-21 juli 2016. “Sedan­gkan kegiatan di Bali (bekerja sama dengan Universitas Udayana) akan dilaksanakan pada akhir September 2016 dan di Yogyakarta (bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada) pada akhir November 2016,” katanya.
Festival ARK di Bogor akan diada­kan di Museum Zoologi, Kebun Raya Bogor pada hari Sabtu, 23 Juli 2016, pukul 10.00-16.30 dengan acara pa­meran foto, pameran komunitas dan temu wicara. Cara ini terbuka untuk umum, walaupun peserta harus mem­beli tiket masuk Kebun Raya Bogor. (Yuska Apitya Aji/ed:Mina)

....................

Mengenalkan Amfibi dan Reptil Indonesia melalui Program ARK

VIVA.co.id – Banyak orang lebih mengenal orang utan, gajah, harimau, dan badak saat bicara tentang satwa liar asli Indonesia. Padahal banyak satwa lain yang unik selain jenis itu. Tahukah Anda bahwa ada katak di Indonesia yang tidak memiliki paru-paru, atau katak yang melahirkan berudu? Ada reptil yang hidupnya hampir selalu di air, namun ada yang di dalam tanah atau melata di atas pohon? Saat ini Indonesia memiliki hampir 400 jenis amfibi dan lebih dari 750 jenis reptil. Jumlah spesies ini terus meningkat seiring dengan banyaknya penelitian di bidang herpetologi walaupun banyak jenis yang juga terancam keberadaannya karena perubahan habitat dan perburuan untuk perdagangan ilegal. Untuk mengenalkan dan meningkatkan pemahaman atas kehidupan amfibi dan reptil di Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia akan memperkenalkan amfibi dan reptil Indonesia melalui kampanye program ARK. ARK adalah program “Amfibi dan Reptil Kita” yang digagas oleh Fakultas Kehutanan IPB dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia (PHI) dengan dukungan dari National Geographic Foundation. Sebagai kegiatan awal, ARK fokus pada pendidikan konservasi amfibi dan reptil di Jawa dan Bali. Pada tahun 2016 ini, ARK akan hadir di tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Yogyakarta, dan Bali. Program ARK ini terdiri dari berbagai kegiatan antara lain pelatihan, pendidikan konservasi melalui Festival ARK,  pengamatan amfibi dan reptil di malam hari bersama komunitas, dan ARK bioblitz di tahun 2017. Pelatihan Pengenalan dan Metode Pengamatan Herpetofauna 2016 merupakan bagian dari program citizen science monitoring amfibi dan reptil di Jawa dan Bali. Fokus dari pelatihan ini adalah melatih peserta cara mengidentifikasi jenis amfibi dan reptil, terutama yang ditemukan di Jawa dan Bali. Metode standar dan prosedur pengamatan herpetofauna, serta penanganan terhadap gigitan ular. Sebagai tambahan, peserta akan dikenalkan dengan keanekaragaman herpetofauna di Indonesia, masalah dan tantangan konservasi herpetofauna, serta cara menganalis data lapang. Untuk kegiatan pelatihan sesi Jawa Barat akan dilaksanakan di Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 18-21 Juli 2016. Sedangkan kegiatan di Bali (bekerjasama dengan Universitas Udayana) akan dilaksanakan pada akhir September 2016, dan di Yogyakarta (bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada) pada akhir November 2016. Festival ARK di Bogor akan diadakan di Museum Zoologi, Kebun Raya Bogor, pada hari Sabtu, 23 Juli 2016 jam 10.00-16.30 dengan acara pameran foto, pameran komunitas, dan temu wicara. Acara ini terbuka untuk umum, walaupun peserta harus membeli tiket masuk Kebun Raya Bogor terlebih dahulu. (Tulisan ini dikirim oleh Mila Rahmania, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)  
........................

Reptil Vs. Amfibi: Ketahui 6 Perbedaan Reptil dan Amfibi

Reptil dan amfibi memiliki sejumlah kesamaan, misalnya, keduanya merupakan hewan berdarah dingin atau ectomorphic (suhu tubuh berfluktuasi tergantung pada lingkungan).
Selain itu, kedua jenis binatang ini bereproduksi dengan telur serta sama-sama merupakan hewan bertulang belakang.
Bukti evolusi menunjukkan fakta bahwa reptil dan amfibi berkerabat dekat.
Bahkan sebelumnya, amfibi dan reptil dikelompokkan bersama pada subjek Herpetologi.
Herpetologi berasal dari kata Yunani ‘herpeton’, yang berarti ‘makhluk yang merangkak (merayap)’.
Namun, sebenarnya reptil dan amfibi memiliki beberapa perbedaan mulai dari klasifikasi biologi, anatomi, fisiologi, dan cara reproduksi.
Contoh umum reptil diantaranya adalah ular, kadal, dan buaya, sementara hewan yang tergolong amfibi misalnya katak, kadal air, dan salamander.

Perbedaan Amfibi dengan Reptil

Berikut akan diuraikan mengenai perbedaan antara amfibi dengan reptil.
1. Klasifikasi
Reptil dan amfibi sama-sama diklasifikasikan dalam kerajaan Animalia, filum Chordata dan subfilum Vertebrata.
Bedanya, amfibi termasuk dalam superkelas Tetrapoda dan kelas Amphibia. Sedangkan reptil tidak memiliki superkelas dan masuk dalam kategori Amniota dan kelas Reptilia.
2. Penampilan fisik
Perbedaan paling mudah terlihat antara reptil dan amfibi terdapat pada struktur permukaan tubuh.
Reptil memiliki sisik atau semacam perisai yang membuat kulitnya terasa kering dan bersisik.
Amfibi di sisi lain, memiliki kulit yang lembab, halus, bahkan kadang-kadang sedikit berlendir. Amfibi memiliki kelenjar lendir yang membuat kulitnya terasa licin.
Perbedaan lain yang mudah dikenali adalah bahwa reptil memiliki jari kaki dengan cakar, sedangkan amfibi tidak memiliki cakar.
3. Reproduksi
Meskipun amfibi dan reptil berkembang biak dengan bertelur, namun keduanya memiliki struktur telur berbeda.
Telur reptil memiliki cangkang yang keras. Induk reptil biasanya meletakkan telur dalam sarang atau dikubur di dalam tanah.
Sedangkan telur amfibi tidak memiliki membran pelindung dan umumnya ditemukan melekat pada batang tanaman bawah air.
4. Metamorfosis dan siklus hidup
Perbedaan reptil dan amfibi terlihat dalam siklus hidup mereka.
Ketika menetas, anak-anak reptil tampak mirip dengan induknya untuk kemudian tumbuh dewasa tanpa mengalami banyak perubahan bentuk.
Siklus hidup katak, sebagai contoh dari siklus hidup amfibi, sangat berbeda dengan reptil.
Setelah menetas, katak muncul dalam bentuk yang disebut kecebong yang bernafas melalui insang.
Pada tahap ini, amfibi muda tidak dapat bertahan hidup di luar air serta memiliki ekor.
Seiring waktu, ekor kecebong akan hilang disertai dengan berkembangnya organ paru-paru yang memungkinkan katak bernapas di darat sementara tetap mempertahankan kemampuan untuk bernapas di bawah air.
5. Pertahanan
Amfibi seperti katak dapat mengeluarkan racun melalui kulit yang merupakan mekanisme pertahanan diri.
Reptil menggunakan cakar, ekor, serta gigitan untuk mempertahankan diri. Beberapa jenis reptil seperti ular memiliki bisa untuk membunuh mangsa sekaligus mempertahankan diri.
6. Habitat
Perbedaan reptil dan amfibi terlihat pula pada habitat alami mereka.
Sebagian besar amfibi hidup di tempat-tempat lembab yang dekat dengan sumber air.
Reptil cenderung menghuni lokasi yang lebih beragam mulai dari gurun yang dihuni kadal dan ular hingga badan air yang dihuni buaya dan alligator.[]